MASYARAKAT NELAYAN
Kehidupan manusia tidak lepas dari berbagai apa yang telah mereka lakukan untuk selalu dapat menghidupi sebagian besar kebutuhan pribadi mereka ataupun untuk kebutuhan berkeluarga. Banyak cara yang mereka lakukan untuk dapat bertahan hidup meskipun banyak rintangan yang mereka hadapi.
Simple saja pekerjaan yang menyangkut jiwa,raga serta bahaya pada nyawa yang mereka keluti untuk sebuah harapan hidup yang dewasa ini sangat mendesak kebutuhan sehari-hari. Maka tak heran bila mereka berani untuk lepas landas menuju dan melawan besarnya ombak yang menjadi keseharian mereka dalam mencari nafkah hidup yang sesungguhnya di dunia ini.
Di kala hari mulai esok, tibalah untuk bersiap dan bergegas dalam mencari kubutuhan hidup untuk memenuhi keseharian mereka dalam kebutuhan pribadi maupun untuk kebutuhan pada keluarganya. Hingga senja tiba dengan tanggkapan yang mereka bawa untuk diperjual belikan supaya hasil jualan dapat menjadi uang yang dapat mengganti untuk difungsikan menjadi nilai tukar kebutuhan lainnya. Entah bagaai manapun juga terkadang hasil yang di dapat tak sebanding dengan apa yang mereka keluarkan untuk berlaut. Kadang-kadang pendapatan mereka lebih kecil dari pada pengeluaran yang mereka gunakan. Missal saja bila pergi berlaut, dari apa yang mereka bawa terkadang tak bisa memberikan mutu yang jelas dari apa yang mereka bawa untuk berlaut mengarungi lautan cuma untuk mencari dan mendapatkan sebuah hasil ikan tanggkapan dari laut. Tak lepas dari itu, adapun suatu hikmah serta dampak yang lain tentunya di dalam hidup dengan identik lingkungan yang tinggi akan kebersamaan menjalin sebuah hidup Harmoni alam yang sederhana dan mumpuni untuk kalangan masyarakat nelayan ini. Jika kala benang di tabur membentang jala yang panjang menunggu datangnya ikan yang tersangkut pada rajutan jala tersebut. Dengan nuansa laut yang luas berbaur gemuruh ombak yang menggoncang kuda papan yang mereka ambangi, agar sorotan mata dengan sigap mengawasi kanan kiri bentangan jala yang telah tertabur di lautan.
Dari sinilah rasa ingin tahu kami dalam menyoroti serta keinginan untuk mengetahui kehidupan yang berada di masyarakat yang sebagian besar menekuni dalam berlaut mencari tanggkapan ikan yang ada di laut.
Ketika kedatangan kami yang ingin kami tuju di daerah selatan pesisir laut selatan Yogyakarta, bantul selatan. Ternyata setelah sampai di tempat tujuan kami yang pertama yaitu di pantai Kwaru, Bantul selatan , Yogyakarta. Banyak yang menarik ketika sampai pantai Kwaru tersebut, yang utama ternyata para masyarakat di daerah tersebut amat ramah menyambut kedatangan kami. Lalu sebelum memulai rencana wawancara yang kami lakaukan, terlebih dahulu kami menyempatkan diri untuk meluangkan waktu sejenak menikmati pemandangan pantai Kwaru. Ketika kami berjalan serta melihat kanan kiri pantai ternyata kami menemukan sebuah kapal milik nelayan yang ingin singgah naik ke daratan. Ketika kami menunggu sampainya kapal, sesempatnya kami bertanya dengan orang-orang yang juga sedang menunggu kedatangan kapal milik nelayan tersebut. Lalu ketika kapal mulai sampai naik, kamipun bergegas untuk bersiap-siap mengadakan wawancara dengan nelayan yang sedang berlabuh tersebut. Dan ternyata nelayan yang sedang berlabuh tersebut itu adalah ketua para nelayan yang berada di pantai Kwaru tersebut. Maka dari pada itu kami lebih leluasa untuk bertanya kepada ketua nelayan itu.
Adapun lampiran yang berisi pertanyaan yang sebelunnya telah kami persiapkan untuk mengajukan pertanyan lepada ketua nelayan tersebut.
Adapun hasil rencana pertanyaan yang kami ajukan untuk mendapatkan informasi di pantai Kwaru adalah sebagai berikut ini:
1. Dengan Bapak Punijo (43thn), selaku ketua di masyarakat nelayan pantai Kwaru. Dalam kesehariannya beliau menggantungkan hidupnya pada hasil laut terutama ikan, atau binatang lain yang dapat di jual untuk memenuhi kebuutuhan hidup sehari-hari. Bapak yang berpendidikan terakhir di SLTA dengan istri dan tiga anak itu menggantungkan hidup pada laut selatan. Setiap hari melaut terkadang itupun tergantung atau tidak tergantung dangan cuaca yang sedang datang. Missal saja kalau musim Baratan dan musim Timuran, para nelayan pada musim tersebut jarang melaut. Karena terkadang cuaca tidak mendukung untuk mencari ikan di laut lepas dengan ombak yang besar. Lalu apabila kalau ada sanak saudara yang sedang meninggal itupun beliau menyempatkan diri untuk melaksanakan takziah dan menunda untuk melaut dulu. Jadi penghasilan tak bisa dipastikan datang baik kecuali kalau musim ikan melimpah dan keadaan yang baik. Biasanya bapak Punijo melaut membawa naik ikan terkadang tak menentu, bila cuaca baik bisa menghasilkan 40kg ikan/ bila ditukar dengan uang kira-kira menjadi Rp. 300.000-400.000/ hari. Dan proses penjualan secara transaksi dilakukan di TPI ( Tempay Pelelangan Ikan ) dan dalam menjual hasil tangkapan. Belliau di bantu istrinya untuk menjual ikan segar yang telah ditangkapnya tersebut. Kalau musim tak menentu terkadang cuma mendapatkan kurang dari penghasilan per hari cuma segitu. Kemudian dari hasil tersebut digunakan untuk kebutuhan melaut kembali, kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah untuk anak-anaknya. Dan lebihnya digunakan untuk kebutuhan lain atau di ikutkan dalam badan seperti koperasi atau simpan pinjam untuk para nelayan. Tapi kata beliau badan lembaga mikro tersebut sudah tidak berjalan lagi, di karenakan ada sesuatu hal yang membuat lemhbaga mikro tersebut tidak berjalan lagi (permasalahan maupun konflik yang membuat tak jalan kembali).
Prosentase pendapatan bapak Punijo dalam sekali melaut dan kebutuhan yang akan di keluarkan untuk berangkat melaut kembali:
- Pendapatan/hari/kapal : ± Rp. 300.000/400.000/kapal
- Pengeluaran : ± Rp. 70.000
- Potongan timbangan (11%) : ± Rp. 33.000
- Retribusi nelayan (± 8 orang) : ± Rp. 15.000/orang
(naik turun perahu)
- Pendapatan sesunggunya : ± Rp. 77.000-175.000/kapal
Padahal itupun masih perkelompok dalam satu kapal, belum pendapatan per individu. Biasanya dalam satu kapal terdapat dua atau tiga orang dalam sekali berangkat melaut mencari ikan. Jadi pendapatan ± Rp. 77.000-177.000 di bagi lagi untuk setiap anggota yang ikut melaut.
- Pendapatan sesunggunya : ± Rp. 77.000-175.000/kapal /kelompok
- Setiap kelompok (2-3 orng) ….………………………………
- Pendapatan sesungguhnya/ individu : ± Rp. 35.000-70.000/orng/hari
Dari pekerjaannya tersebut terkadang istirahat beliau cuma sebentar kalau musim ikan mulai datang. Karena beliau mengejar untuk melaut dan mencari ikan yang kian mulai musim. Lalu bila dibandingkan lagi dengan sepi-sepinya ikan, terkadang beliau cuma berbondong untuk melaut atau bahkan tidak melaut.
Selanjutnya menginjak tentang seluk-beluk dari segi kesehatan yang ada di area lingkungan pantai Kwaru tersebut. Dalam cara menjaga kesehatan lingkungan di sekitar tempat tinggal beliau, terkadang cuma sekedar atau cuma mementingkan kesadaran dari diri sendiri terhadap lingkungan laut tersebut. Jadi kalau dilihat dari lingkungannya tersebut, pasti ada keluhan tentang penyakit yang melanda. Dari cerita beliau tentang penyakit yang berada di daerahnya kebanyakan penyakit peralihan dan jarang penyakit endemic yang mengaifeksi/ melanda. Seperti penyakit Demam Berdarah, penyakit yang berasal dari akibat gigitan nyamuk itupun bila sudah terkena tapi belum terlihat gejala yang paling klinis. Biasanya penderita langsung dilarikan ke Puskesmas atau dokter terdekat, karena jarak antara lokasi dengan tempat pengobatan terlalu jauh. Tak heran bila penyakit seperti itu jarang dilarikan langsung ke Rumah Sakit, karena terpaut jarak jangkauan. Jadi Cuma dilarikan ke Puskesmas , Klinik atau Dokter yang terdekat situ saja. Tidak cuma itu saja , apabila ada yang sakit panas / demam cuma di beri ramuan tradional ataupun obat pabrik seperti Bodrexin , atau obat yang lain.
Kemudian menginjak dari pemenuhan pola makan dalam sehari-hari yang tergolong pemenuhan Gizi 4 SEHAT 5 SEMPURNA. Banyak diantara masyarakat pantai Kwaru terkadang belum memenuhi atau yang sudah memenuhi kebutuhannya. Masih dalam Gizi yang kurang dalam keseharian masyarakat di area wilayah tersebut. Karena mereka beranggapan kalau mengonsumsi ikan laut saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tapi dari segi pemenuhan Gizi menurut kami masih belum cukup dalam penerapannya itu. Meskipun ikan laut memang mengandung Gizi yang cukup besar di antara daging atau sumber protein yang lain. Jadi masyarakat setempat di pantai Kwaru tersebut kurang belum atau memperhatikan peran Gizi untuk pemenuhan Gizi yang seimbang.
Dari Gizi yang belum seimbang tersebut, tentunya masyarakat di pantai tersebut mempunyai keluhan terhadap kelangsungan hidupnya. Antara lain yang di ungkapkan oleh bapak Punijo tersebut, setiap pagi beliau mengeluh kalau sering mau muntah, bersin-bersin bahkan alergi denagn sesuatu hal. Yang tentunya masyarakat di sekitar situ belum mengetahui penyebabnya dengan secara jelas, terutama pak Punilo sendiri.
Masih di area pantai Kwaru, ternyata program pemerintahan yang sedang digalakan untuk mayoritas masyarakat belum juga terlaksana. Seperti halnya JAMKESMAS,JAMKESDA,dll belum sepenuhnya belum terlaksana di daerah pantai Kwaru tersebut. Bahkan sampai sekarang belum berjalan seiring waktu yang telah ditentukan oleh rancangan rencana pemerintahan.
Dari penelusuran kami selanjutnya, kami memilih untuk menyinggahi dan melakukan wawancara ke pantai Simo. Pantai yang terletak di sebelah barat pantai Kwaru yang tidak begitu jauh letaknya.
Ketika sampai di tempat tujuan yaitu ke pantai Simo, kami bergegas mencari para nelayan yang naik setelah berlaut seharian. Dan ternyata kami menemukan salah satu kapal yang baru saja naik dan juga telah membongkar hasil tangkapannya. Kemudian kami mulai bertanya dengan salah satu nelayan yang berada di pantai Simo tersebut. Tapi ketika kami bertanya kepada salah satu nelayan di situ, dari salah satu nelayan tersebut yang kami tanya malah menyuruh kami untuk bertanya langsung dengan pihak yang bertanggung jawab atas masyarakat di pantai Simo itu. Jadi kami mulai bergegas menuju ke pelelangan ikan saja, karena berhubungan dengan hari yang mulai senja.
Ketika kami sampai di tempat pelelangan ikannya di pantai Simo, kami menemukan bapak-bapak yang sedang menawarkan hasil tangkapannya. Lalu kami mendekati bapak tersebut untuk melakukan wawancara agar bisa mendapatkan informasi yang ada di pantai Simo tersebut.
Ternyata bapak yang kami dekati untuk kami wawancari akhirnya si bapak mau berbagi waktu dan bercerita dengan kami.
Adapun hasil rencana pertanyaan yang kami ajukan untuk mendapatkan informasi di pantai Simo adalah sebagai berikut ini:
2. Dengan bapak Alip (59thn), selaku masyarakat nelayan yang berada di pantai Simo tersebut. Beliau juga pengelola TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang berada di pantai Simo tersebut. Menurut beliau, hidup sehari-hari mengarungi lautan yang luas untuk mencari hidup dengan cara menjadi nelayan untuk mencari ikan di laut lepas. Bapak dengan istri dan tiga anak itu, mencoba memenuhi kebutuhannya dengan cara berharap pada cuaca serta iklim yang selalu baik. Karena setiap hari belum tentu terus melaut mencari ikan ataupun binatang yang ada di laut. Tergantung pada cuaca atau ada sesuatu yang menjadi amanah beliau tuk tidak berangkat melaut, seperti ada sanak saudara yang meninggal dunia. Dengan perubahan yang tak menentu seperti itu maka beliau tak jarang meninggalkan pekerjaannya dulu daripada kepentingan untuk melaut. Karena amanah mungkin lebih penting daripada kepentingan kerja, karena juga kerja juga bisa dilakukan sewaktu-waktu.
Maka tak heran kalau pendapatan untuk sehari-hari tergantung pada situasi yang baik dan memungkinkan tentunya. Dan beliau bilang kalau sehari-hari melaut dalam cuaca yang baik, terkadang beliau memperoleh pendapatan rata-rata seperti nelayan-nelayan yang lain. Perkiraan sekali melaut mendapatkan Rp. 300.000 sampai Rp. 400.000/kapal dan dari hasil tersebut pastinya pendapatan segitu tidak menjadi pendapatan untuk beliau sendiri. Terkadang dari hasil segitu di bagi dengan rekan melautnya, jadi beliau melaut tidak sendirian tapi dengan oaring lain. Belum juga dibagi dengan kebutuhan untuk melaut kembali,seperti membeli bahan bakar untuk melaut seperti solar. Tetapi apabila cuaca lebih bersahabat lagi kemungkinan pendapatan justru lebih besar lagi.
Prosentase pendapatan beliau dalam sekali melaut dan kebutuhan yang akan di keluarkan untuk berangkat melaut kembali:
- Pendapatan/hari/kapal : ± Rp. 300.000/400.000/kapal
- Pengeluaran : ± Rp. 70.000
- Potongan timbangan (11%) : ± Rp. 33.000
- Retribusi nelayan (± 8 orang) : ± Rp. 15.000/orang
(naik turun perahu)
- Pendapatan sesunggunya : ± Rp. 77.000-175.000/kapal
Padahal itupun masih perkelompok dalam satu kapal, belum pendapatan per individu. Biasanya dalam satu kapal terdapat dua atau tiga orang dalam sekali berangkat melaut mencari ikan. Jadi pendapatan ± Rp. 77.000-177.000 di bagi lagi untuk setiap anggota yang ikut melaut.
- Pendapatan sesunggunya : ± Rp. 77.000-175.000/kapal /kelompok
- Setiap kelompok (2-3 orng) ….………………………………
- Pendapatan sesungguhnya/ individu : ± Rp. 35.000-70.000/orng/hari
Jadi pendapatan per hari yang di dapat per idividu sangat berbeda dan bergantung pada situasi,kondisi, serta keadaan yang berpengaruh di laut. Karena alam tak bisa ditebak seperti kita menebak sebuah kuis!
Terkadang cuaca yang cerah bisa saja beralih menjadi hujan dengan badai yang kencang dengan guyuran derasnya hujan yang turun.
Jadi kebutuhan masyarakat nelayan, terutama pada beliau sendiri andai kata ya masih pas-pasan. Karena kalau di tijau dari segi kebutuhannya terkadang kurang mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan yang lainnya lagi.
Selanjutnya menuju forum atau badan seperti koperasi yang berada di pantai Simo tersebut. Menurut beliau badan seperti itu masih belum aktivitas di daerah pantai Simo tersebut.
Selanjutnya menuju ruang ringkup kesehatan yang berada di area wilayah pantai Simo. Dalam bekerja tentunya juga membutuhkan istirahat untuk menyegarkan badan kembali,tetapi berbeda denagn beliau ini. Beliau jarang istirahat kaya yang di bilang kurang efektif bagi kalangan manusia yang lain untuk melakukan istirahat. Malahan beliau memanfaatkan istirahatnya untuk menyambi pekerjaan yang lain selain seharian melaut.
Lalu apabila dilihat dari segi kesehatannya juga kurang efisien terhadap pengaruh kesehatan tentunya. Seperti apabila penyakit datang menginfeksi,beliau saja bilang dengan santai. Kalau sakit itu jarang dan terkadang malah jarang sakit selama hidup saya. Bahkan kata beliau tak pernah berobat ataupun mendapatkan suntikan pada saat beliau sedang sakit. Dan juga beliau menegaskan kalau dirinya hanya pernah di suntik cuma waktu imunisasi saja, dan selanjutnya tidak pernah yang namanya di suntik. Maka kalau beliau sakit cuma mengandalkan ramuan-ramuan tradisional yang bahan-bahannya terdapat di daerah setempat. Seperti halnya ramuan yang terbuat dari daun sirih yang dapat mengobati terhadap cacing yang masuk kedalam kulit manusia. Kata beliau penyakit yang seperti itu cuma rekayasa dari orang yang terkena penyakit tersebut. Entah itu dibuat-buat ataupun direkayasa dari orangnya sendiri, karena kami belum mengetahui seperti apa penyakit tersebut.
Maka dari sinilah banyak kontroversi yang kami temukan dari ruang lingkup kesehatan yang berada di area pantai Simo tersebut. Meskipun masih banyak hal yang masih belum dapat kami ketahui tentang status kesehatan dan ruang lingkup kesehatan secara details.
Dan jarang sekali penyakit yang ganas menyerang di kehidupan pada masyarakat pesisir ini. Jadi apabila terinfeksi penyakit yang terkadang serius, maka orang-orang berbodong untuk membawa ketempat kesehatan yang lebih dekat. Seperti pukesmas, klinik, maupun dokter terdekat yang bisa dijangkau. Jadi jarang sekali dibawa atau dilarikan ke Rumah Sakit, karena jaraknya yang sulit di jangkau dan jauh tentunya.
Serta tak lepas dari itu, terkadang banyak kalangan masyarakat yang tidak memperhatikan pola makan yang cukup dan sehat berdasarkan pola gizi seimbang. Dan terkadang sudah mencukupi bahkan malah melebihi dari gizi normal yang telah dianjurkan. Berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara dari beliau bapak Alip, ternyata beliau sudah mencukupi dan memenuhi pola makan. Baik beliau maupun keluarganya sendiri yang sudah memenuhi 4 SEHAT 5 SEMPURNA dalam kesehariannya. Di tambah dengan mengkonsumsi daging ikan laut yang kaya akan protein gizinya yang besar.
Berganti pada pertanyaan tentang ruang lingkup kesehatan terutama riwayat penyakit. Dari riwayat beliau sendiri ternyata cuma mengeluh capek ataupun pegal-pegal setelah melakukan pekerjaannya.
Dan upaya pengobatan yang beliau lakukan kemungkinan hanya dengan melakukan konsultasi terrhadap kesehatannya. Terkadang beliau bilang ada pukesmas keliling yang datang untuk sesekali melakukan penyurvaian dan usaha kesehatan keliling di daerah di wilayah pantai Simo tersebut. Lalu apabila sakit pengobatan yang dilakukan adalah pergi ke dokter setempat yang dekat dengan beliau.
Ada pula Rumah Bersalin, yang berada dekat dengan kalangan masyarakat tentunya ibu hamil yang ingin melakukan konsultasi,periksa atau sekedar bertanya tentang kesehatan ketika sedang hamil. Dan tentunya juga rumah bersalin ini sebagai tempat untuk melakukan persalinan para ibu yang mau melahirkan di daerah resebut.
KESIMPULAN
Jadi amatlah beragam kehidupan yang berada di daerah pantai tersebut setelah kami telusuri dan menggali data-data yang ada. Untuk kami renungkan dalam sebuah motivasi kehidupan yang nyata oleh kami semua. Banyak hal yang sudah kami dapat dari wawancara yang telah kami lakukan di daerah pantai selatan tersebut. Meskipun sebenarnya masih ada banyak hal yang belum kami ketahui semua untuk memperkuat data-data kami dalam wawancara tersebut.
Yang pasti, kami menemukan sebuah arti hidup di dalam keseharian mereka dalam menjadi seorang nelayan yang mencari ikan yang berada di laut lepas yang begitu luasnya itu. Supaya dalam kehidupan ini mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, meskipun masih dalam taraf pendapatan yang di bilang kurang mencukupi. Soalnya menjadi seorang nelayan adalah pekerjaan menyangkut nyawa dan resiko besar. Karena apabila melaut lalu kemudian tiba-tiba badai,hujan, petir mendadak tiba, sadang para nelayan masih berada di tengah laut. Itu adalah taruhan nyawa yang akan mereka lawan demi hidup yang mereka gantungkan sebagian besar berada di lautan itu. Maka tak heran kalau pekerjaan para nelayan adalah pekerjaan yang membahayakan, ketika
Penelitian kelompok akademik bersama yang di postkan oleh Dho n' friend's
Tidak ada komentar:
Posting Komentar